Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘irian’

Cerita ini datang dari seorang kerabat yang tinggal di Kepi, Merauke. Dia bercerita tentang perahu dan perempuan kelambu. Sebuah kompleks pelacuran di  sungai di Desa Aswe, yang berlangsung dengan cara barter kayu gaharu. Kekuatan yang berada di belakang pertukaran itu  membuat saya tersentak.

Meski sudah banyak cerita menyangkut kekuatan itu, juga teori Thomas Hobbes: Manusia adalah srigala bagi manusia lain; namun toh saya masih juga terhenyak.

Istilah perahu dan perempuan kelambu muncul karena perahu yang tampak di seberang sungai benar-benar menggunakan kelambu. Dihuni  wanita yang terjebak dan mungkin juga secara sadar, terjun dalam bisnis jual beli badan.

Di atas perahu itulah mereka beroperasi. Datang dari berbagai daerah seperti Manado, Surabaya, dan Banyumas. Pembelinya penduduk lokal. Mereka bisa ‘menaiki’ — maaf…demikian istilah mereka — asal membayar dengan satu kilogram kayu gaharu. Begitu setuju dengan persyaratan transaksi, langsung tersedia perahu kecil yang siap menyeberangkan mereka menuju perahu kelambu.

Dalam beberapa menit (atau mungkin jam?) transaksi selesai. Satu kilogram kayu gaharu yang mereka cari di hutan berpindah tangan. Kelihatannya sederhana. Tapi coba simak beberapa fakta di bawah ini:
1. satu kilogram kayu gaharu, setelah sampai di Pulau Jawa termurah bernilai Rp7 juta.
2. Kayu gaharu di dalam kejayaan hutan Irian, hanya bisa dirambah dengan bebas oleh penduduk lokal.
3. Ini yang paling menyentak: kedatangan perahu dan perempuan kelambu, serta penadah kayu gaharu, ternyata melibatkan peran tentara.

Berdasarkan penyelidikan istri salah satu pejabat di Kepi, kayu-kayu gaharu itu disetor pada tentara, kemudian diganti uang sekitar Rp3-4 juta perkilogram.

Keterlibatan tentara juga sudah saya dengar — dari sumber terpercaya — saat datang ke Desa Banti, tetangga kompleks Tembagapura. Masyarakat desa ini (Suku Kamoro), mencari nafkah dengan cara menambang sisa-sisa emas yang mengalir di sungai, salah satu pembuangan limbah PT Freeport.

Setiap sore, hasil emas itu dikumpulkan dan dijual murah, bahkan kadang hanya ditukar dengan minuman keras atau pun rokok dan tembakau. Pembelinya rata-rata tentara.

Alhasil, masyarakat asli Irian kian ‘terjajah’. Mereka hidup dalam kesenangan minum minuman keras, sedangkan pengguna perempuan kelambu rentan terkena AIDS. Bayangkan, efek berantai yang bisa ditimbulkan dari hubungan tersebut. Tidak mengherankan jika Papua menjadi salah satu provinsi yang memiliki kasus HIV dan AIDS tertinggi.

Sekertaris Penanggulangan AIDS Nasional Nafsiah Mboi mengatakan, tahun ini jumlah penderita AIDS perempuan meningkat 20%. Ironisnya data tervalid di Papua, dua pertiga penderitanya adalah iburumahtangga yang tertular dari suami. Mengatasi masalah seperti ini tak bisa hanya dari sisi kesehatan atau pun sosialisasi penggunaan kondom. Diperlukan kebijakan dan ketegasan hukum terhadap pelanggaran seperti kasus pertukaran kayu gaharu. Pun melakukan penyadaran pada masyarakat setempat.

Papua, Papua, Papua! Begitu banyak persoalan yang harus diselesaikan. Kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, dan masih banyak lagi.

FAKTA LEPAS

1. Membaca buku tentang Pramudya Ananta Toer berjudul Saya Terbakar Amarah Sendirian. Di dalamnya antara lain disinggung ketidak setujuan dia mengganti nama Irian menjadi Papua. Dalam buku itu disebutkan, Irian: Ini Republik Indonesia Anti Nederland. Sedangkan dari sumber lain disebutkan, Papua berarti penduduk berambut keriting.

2. Dalam sebuah talkshow di radio swasta, Muji Sutrisno mengungkap perubahan nama Irian menjadi Papua oleh Gus Dur, pastinya melewati banyak pertimbangan. Pertimbangan utama Gus Dur saat itu : yang paling penting Irian  tetap dalam rangkulan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Read Full Post »