Belakangan, di kantor banyak lelaki dan perempuan keranjingan menguruskan badan. Banyak juga yang rela mengeluarkan uang puluhan juta untuk mewujudkan gambaran cantik. Langsing, berkulit halus, putih, dan bla…bla…bla…
Di sebuah fitness center, para perempuan muda hampir selalu berbincang tentang bagaimana menjadi lebih cantik. Mulai dari mengelupas kulit wajah, menghilangkan noda, menanam bulu mata, mengeriting alis, mendatangi dokter ini, dokter itu, operasi ini, operasi itu…dll. Intinya memenuhi kriteria mitos kecantikan: langsing, berkulit putih mulus, dan bla..bla…
Lama saya merenung, mengapa orang berlomba dan mau mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk mendapatkan gambaran sesuai dengan mitos kecantikan.
Penasaran, saya coba tanya kebeberapa orang tentang motivasi mereka. Jawabannya beragam. Rata-rata: “supaya sehat atau gampang cari baju.” Ada juga yang memberi jawaban terang-terangan: “untuk menunjang kompetisi.”
Saya pun mencoba meneropong hati terdalam. Apa tujuan saya menyambar tawaran program tusuk jarum gratis untuk melangsingkan badan? Jawabannya mungkin mengikuti arus mitos kecantikan bahwa perempuan langsing itu indah dipandang. BT juga hampir setiap hari orang berkomentar: “sekarang elu gemuk ya?”
Jadi, saat ada kesempatan gratis, kenapa tidak dimanfaatkan? Hasilnya memang menyenangkan. Semua baju zaman dulu kembali bisa dipakai. Badan terasa lebih ringan, dan tentu lebih percaya diri.
Munculnya perasaan seperti itu menurut saya wajar saja. Meski sebenarnya — berarti juga — masuk dalam lingkaran jajahan mitos kecantikan yang sudah diciptakan industri dan ditelan mentah-mentah oleh lelaki dan perempuan. Dua jenis kelamin ini menurut saya sama-sama dijajah kecantikan. Hanya saja, perempuan lebih parah karena menjadi korban bentukan industri dan laki-laki sekaligus.
Tapi untunglah, kondisi itu sekarang menjadi agak imbang. Tepatnya, laki-laki juga mulai dijajah ketampanan. Sampai-sampai muncul istilah metroseksual.
Terlepas dari persoalan jajah-menjajah, sekarang saya sudah cukup berhasil mengikuti program tusuk jarum. awalnya asyik juga mendengar pujian:
“sekarang kamu langsing, terlihat lebih muda, dan bla…bla…bla…” 🙂
Tapi kemudian mulai muncul perasaan: akan lebih asyik kalau yang dipuji adalah hasil kerja otak saya.
Setelah itu muncul perasaan tambahan: “kalau jadi lebih bagus, so what gitu loh? Saya kan ikut program tusuk jarum. Jadi apa hebatnya?”
Itu’kan justru kian memperkuat kenyataan tentang money talk. Kalau kamu punya uang, melakukan ‘permak’ seperti apa pun bisa lebih mudah. Jadi, apa hebatnya? Dan saya pun mulai menikmati sekaligus mencibiri pujian.
Itulah Mbak, begitu hebatnya media memberi gambaran cantik sesuai produk kapital. Mereka punya uang utk beriklan, spy produk kecantikan mereka laku. Kita para perempuan nurut saja, coba berapa banyak uang kita habiskan dalam sebulan untuk urusan cantik ini, padahal ya wajah dan penampilan kita gitu-gitu saja. Sayang tidak banyak perempuan yg sadar bhw definisi kecantikan kita terjajah kemauan industri. Yg ada kalau org muji saya begini” Njenengan itu cantik, sayang terlalu gemuk”. Tapi saya cuek saja, bagi saya cantik itu kalau otak kita pintar, mau banyak membaca shg wawasan luas, diajak omong apa saja nyambung, tdk manja, mandiri, pinter cari uang, banyak ide, kreatif. Coba saja, kalau kita punya kapasitas seperti itu plus menghargai orang lain Insa Allah orang respek pada kita. Begitu pengalaman pribadi saya tentang cantik.
Oya ditambah bersih , rapi, baju serasi.
setuju sekaliii…salam kenal